|
perjalanan yang penuh lika liku yang tidak jelas dimana ujungnya membuat ane kepikiran untuk ngisi waktu buat nge-blog aja..biarin g ada yg liat..jantung aja g diliat tapi fungsinya sangat vital.. yah..happy nge-bloh deh
Rabu, 30 November 2011
Menjadi Apapun Dirimu
|
Selasa, 29 November 2011
Sex, Remaja, dan Batas-Batas Pergaulan
|
Thanks for flying with WordPress.com |
Sabtu, 12 November 2011
Solusi
Tahun 1945, diakhir Perang Dunia ke-2 Jepang di bom atom oleh Sekutu, setelah sebelumnya hampir tige setengah tahun menjajah negeri kita, dan di tahun yang sama negara kita menyatakan diri sebagai negara merdeka. Kini, telah 66 tahun berlalu, kita saksikan para remaja kita sudah biasa mengendarai mobil dan wara-wiri menggenggam handphone.
Bedanya, bangsa kita baru dalam tahap memakai sedangkan orang Jepang sudah menjadi ahli dalam membuat handphone atau mobil serta menguasai dunia dengan produk-produknya. Sungguh mengherankan. Waktunya sama, dan bahkan sumber daya alam kita jauh lebih melimpah. Semua ini patut kita renungkan dalam-dalam, terutama kita sebagai umat Islam yang merupakan mayoritas di negeri ini.
Bedanya, bangsa kita baru dalam tahap memakai sedangkan orang Jepang sudah menjadi ahli dalam membuat handphone atau mobil serta menguasai dunia dengan produk-produknya. Sungguh mengherankan. Waktunya sama, dan bahkan sumber daya alam kita jauh lebih melimpah. Semua ini patut kita renungkan dalam-dalam, terutama kita sebagai umat Islam yang merupakan mayoritas di negeri ini.
Mungkin kita dengan mudah dan ringan akan mengatakan, apalah artinya semua itu jikalau mereka kafirin, mereka itu hina, calon ahli neraka. Itu kata-kata standar yang sering kita lontarkan untuk menunjukkan keutamaan kita selaku umat Islam. Namun, apakah tindakan tersebut menyelesaikan masalah? Seorang Psikolog menyatakan bahwa kebiasaan mencela dan menghina orang lain adalah salah satu pencerminan dari rasa minder karena tak sanggup menandingi sehingga kompensasinya adalah mencaci.
Rabu, 02 November 2011
belajar menjadi pemimipin,mengapa tidak?
Hampir semua organisasi memiliki pemimpin. Dia bukan saja pemimpin secara formal, tetapi juga disegani sekaligus disegani. Apapun kata dia, semuanya sendika dhawuh, alias oke saja. Dia selalu mendapat dukungan semua pihak.
Persoalan timbul, manakala dia harus berpindah untuk memimpin satu tim baru, atau bahkan hengkang. Sementara, tak satupun kader yang disiapkannya. Akibatnya, anak buahnya kelabakan, bak anak ayam ditinggal induknya. Jika sudah begini, benarkah dia pemimpin idaman? “Tidak. Dia hanya memanipuilasi dan mengeksploitasi kesetiaan anak buahnya untuk dirinya sendiri,” ujar Tag Goulet, CEO Fabjob.com, sebuah situs karier dan penerbit e-books mengenai pekerjaan.
Pada prinsipnya, semua individu mampu menjadi pemimpin. Persoalannya hanyalah, “Apakah dia mau belajar atau tidak untuk menjadi pemimpin yang baik,” ujarnya.
Minggu, 30 Oktober 2011
Rabu, 19 Oktober 2011
Cinta...
Langganan:
Postingan (Atom)